Home » » Menyadari keberadaan Diri

Menyadari keberadaan Diri

Written By Unknown on Senin, 07 April 2014 | 21.22



Pernahkan kita berpikir telah seberapa jauh kita melangkah, bermula dari dekapan sang bunda hingga kini menghilang dari pandangannya. Pernahkan kita menghitung sudah berapa lama kita bertualang dalam permainan sang waktu, bermula dari wajah lucu yang lemah, hingga kini kita berlari meninggalkan masa lalu yang usang. Lalu pernakah kita mencoba menuliskan setiap kesalahan yang pernah kita lakukan demi menciptakan hari yang lebih cerah dari hari kemarin, hari kemarin lusa, dan hari sebelum itu, serta hari-hari yang dahulu yang mengantarkan kita pada hari ini.
Pernahkan kita bertanya pada sang waktu, kapan akhir dari perjalanan yang sungguh membingungkan ini. Lalu di manakah tempat peraduan yang mampu menahan berat tubuh yang mulai rentah termakan usia. Detik-detik terus memperbaharui diri, jam demi jam pun mulai bergeser, hari-hari kian berlalu, bulan, tahun, abad dan masa telah berubah. Menjadikan yang kecil menjadi besar, yang muda menjadi dewasa, dewasa menjadi tua, dan menjadikan setiap yang hidup menjadi mati. Hal yang baru mulai berdatangan, budaya lama mulai terlupakan. Zaman semakin asing di depan mata, warna dan kemegahan kian merobek syair senandung kedamaian dalam naluri setiap hati. Kini tak lagi terdengar kicau dan desir angin yang akan membawa pada imajinasi dalam dimensi hati. Melupakan riuh dan pengap atas debu dan perih kehidupan.
Pernahkan kita berpikir bahwa hidup kian hari semakin surut akan makna, hari-hari yang dahulu tempat berlari dan bernyanyi, kini tak lagi kita temui. Bahagia dan senyuman polos tanpa pamrih tanpa  kekangan hidup itu kian tak pernah terlihat. Kekakuan dan keangkuhan telah meraja dalam hati setiap manusia. Hingga tak ada lagi rasa perduli dan untaian rasa kasih yang murni di hati. Andaikan saja kita berhenti untuk melangkah, untuk beberapa detik mencoba memejamkan mata, mengganti apa yang ada di depan mata dengan semua hal yang tergambar di hati. Mencoba bicara dengan bahasa alam yang akan menjadi tempat kita kembali. Membayangkan dan memahami setiap bisikan angin dan menuliskan irama yang tersampaikan lewat rasa damai dalam relung jiwa.
Tak ada yang mampu tenangkan jiwa dan hati seperti alam meberikannya kepada kita. Menyelaraskan diri dengan alam dan mencoba bersahabat demi dekat untuk sebuah kekuatan diri yang mampu jadikan apa yang tak pernah tertera oleh bahasa manusia itu menjadi erat dengan keyakinan akan pencipta-NYA.  Mengembalikan diri pada apa yang akan menjadi tempat bermula dan kembalinya  diri kita. Untuk itu, mulailah untuk menyadari keberadaan diri dalam bagian alam.
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Parasenja - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger